Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau
berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan
Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat
yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota
masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “pendidikan dan pengajaran
merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup
manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti
yang seluas-luasnya”
Pada postingan kali ini saya akan mereview dan merefleksikan
pemikiran Ki Hajar Dewantara melalui beberapa pertanyaan berikut
- Apa yang
saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya
mempelajari modul 1.1?
Sebelum mempelajari modul 1.1 ada beberapa anggapan saya terhadap pendidikan dan murid saya di kelas. Anggapan-anggapan tersebut adalah
- Saya menganggap murid itu ibarat kertas kosong, tidak ada coretan apapun, jadi orang tua atau guru bisa memberi coretan sesuai dengan keinginan orangtua atau guru. Saya percaya dengan teori John Locke tentang Tabularasa, bahwa murid itu membutuhkan orang dewasa untuk mengisi dan mewarnainya. Anak dipandang tidak memiliki apa-apa saat mereka lahir, tanpa bekal kecerdasan, kemampuan dan lainnya, dianggap benar-benar kosong dan tidak berdaya. Bagi orang-orang yang menggunakan teori ini dalam pendidikan anak usia dini, maka anak usia dini dianggap tidak memiliki kekuatan lebih dalam proses perkembangannya dan orang dewasa bersifat absolut sebagai subjek pembentuk dalam membantu proses perkembangan pada anak usia dini tersebut.
- Seorang guru hanya cukup mentansfer ilmu saja, tidak ada kewajiban bagi guru untuk mengubah karakter anak agar menjadi lebih baik. Karakter anak hanyalah perlu dikembangkan oleh keluarga dan masyarakat.
- Untuk mencapai target tuntasnya sebuah pembelajaran maka guru biasanya melaksanakan pembelajaran dengan teacher centered atau pendidikan berpusat pada guru. Guru tidak memperhatikan seberapa besar kebutuhan anak untuk aktualisasi dirinya. Anak juga membutuhkan pengembangan dirinya agar karakter anak bisa terasah sejak dini.
- Apa yang berubah dari pemikiran
atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini?
Ada beberapa hal yang berubah setelah mempelajari modul 1.1 diantaranya:
- Saya memahami bahwa anak lahir itu bukan tabularasa. Anak lahir sudah memiliki kodratnya sendiri-sendiri. Ibarat sebuar kertas, maka anak lahir seperti kertas yang sudah terisi tulisan yang masih samar. Kita seorang guru hanya bisa menebalkan tulisan samar tadi agar menjadi lebih jelas. Ki Hajar Dewantara berkeyakinan bahwa anak lahir sudah membawa karakternya masing-masing. Kita sebagai orangtua dan guru hanya bisa menuntun lakunya, menebalkan lakunya dengan cara memberi pendidikan yang baik, memberi contoh yang baik, agar karakter anak sudah tertulis sejak lahir bisa terlihat dan membawa keselamatan dan kebahagiaan
- Seorang guru tidak hanya mentransfer pengentahuan saja kepada anak. Namun lebih dari itu menumbuhkan karakter anak justru menjadi yang utama. Apalah gunanya anak yang memiliki kepandaian yang baik namun tidak disertai akhlak yang kurang baik
- Target pencapaian kurikulum itu penting, namun akan lebih penting jika karakter anak sesuai cerminan profil pelajar pancasila itu juga dapat tercapai. Salah satu cara untuk mencapai karakter anak yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila maka seorang guru harus bisa menghamba pada anak. Menghamba di sini adalah melayani anak dengan sepenuh hati, memberikan yang terbaik untuk anak agar anak dapat mengembangkan kodratnya. Pendidikan harus berpihak kepada anak. Segala yang kita berikan dan kita lakukan hendaknya demi kebaikan si anak. Dalam pembelajaran di kelas harus student centered atau berpusat pada murid. Biarkan murid melakukan kebebasannya dalam belajar. Merdekakan murid dalam belajarnya. Membiasakan murid belajar sesuai minatnya. Guru cukup menjadi fasilitator bukan satu-satunya sumber belajar. Ajak anak untuk belajar dengan alam, dengan lingkungan, dengan masyarakat.
- Apa yang
bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan
pemikiran KHD?
Untuk mencapai kemerdekaan belajar dan menjadikan anak memiliki karakter yang tercermin sesuai dengan profil pelajar pancasila, maka saya kan menerapkan beberapa hal, diantaranya:
- Membiasakan budaya 5S kepada guru dan warga sekolah lain ketika bertemu di luar maupun di dalam kelas untuk menumbuhkan karakter beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia.
- Membiasakan budaya teposeliro atau sikap toleransi kepada sesama mengenal budaya negri sendiri melalui kegiatan-kegiatan multi kurtural seperti melaksanakan pembelajaran dengan model gamifikasi melalui permainan tradisional guna menumbuhkan sikap kebinekaan global
- Menerapkan pembelajaran berbasis proyek, yaitu berupa pemanfaatan sampah dedaunan yang akan dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Dalam pelaksanaannya siswa anak saya ajak untuk secara berkelompok sesuai dengan kelasnya untuk mengumpulkan sampah dedaunan sebanyak mungkin dan diubah menjadi pupuk kompos. Hasilnya bisa digunakan untuk pupuk tanaman sayur yang ditanam di kebun sekolah atau untuk memupuk tanaman hias yang di tanam di taman sekolah guna menumbuhkan keterampilan bernalar kritis. kreatif, dan gotong royong
- Meminta anak untuk memilih tugas sesuai dengan minat dan kemampuannya, membiasakan anak untuk bertanggung jawab terhadap tugasnya, agar anak memiliki karakter mandiri.
- Menerapkan filosofi Ki Hajar Dewantara Ing Ngarsa Sung Tuladha saat kita menjadi pemimpin pembelajaran dengan cara memberikan contoh yang baik, menjadi suri tauladan bagi anak dan teman sejawat. Ing Madya Mangun Karsa, memberi semangat dan inspirasi bagi teman sejawat juga lingkungan masyarakat. Tut Wuri Handayani, memberi dorongan dan motivasi ketika kita sedang berlaku sebagai bawahan atau rakyat biasa.
Terimakasih ilmunya sangat bermanfaat 👍❤️
ReplyDelete